In memoriam Barce Nazar

In memoriam Barce Nazar

Dari kiri ke kanan: M Nigara, Kesit B Handoyo, (Ketua PWI Jaya), Barce Nazar, dan Eddy Lahengko. Selamat Jalan sahabat.-Sportszone.id-M Nigara

Namun, tiba-tiba saja terdengar pekik sangat keras. "Kalau wartawan, memangnya mau apa?" teriak salah satu anggota Paspam Pres.

Langkah Barce terhenti. "Pergi kamu sekarang!" teriak anggota itu melanjutkan. "Kamu sudah capek dan kau semaunya saja!" bentak sang petugas.

Barce pun berbalik, dan berjalan menuju ke arah saya duduk. Lho, kenapa kok sampai  begitu?

Ya, Barce yang awal telah berubah menjadi Barce yang lain. Petugas patut marah karena Barce, meski memiliki ID Card, tapi dia bersandal jepit, mengenakan celana jens pendek yang benang bawahnya terurai, lalu dengan kaos tanpa lengan serta rambutnya yang panjang dibiatkan terurai begitu saja.

"Gila, ini kan stadion dan olahraga, kok mereka nuntut gue mesti sopan," gerutu Barce.

Hehehe, Ce, Barce... Begitu celoteh teman-teman ketika kisah itu saya sampaikan ke mereka.

Ada lagi yang tak kalah menarik. Waktu itu Selasa 14 Juni 1994. Saya dan Barce mendarat di Airport Lax, Los Angeles untuk meliput Piala Dunia. Ya, ini PD kedua bagi saya dan Barce. Di Italia, 1990, kami juga memperoleh kepercayaan dari kantor masing-masing untuk meliputnya.

Pagi itu, suasana di gerbang imigrasi Lax, sangat padat.  Saya dan Barce berbaris untuk menuju ke petugas imigrasi. "Next," ujar petugas. Saya maju, tak sampai 10 menit sudah bisa keluar.

Tapi, Barce yamg ada tepat di belakangnsaya, tak kunjung usai diperiksa paspornya. Hampir 20 menit, akhirnya petugas kembali, "Next,".

Anehnya, Barce tidak bergerak le arah luar, namun justru menyisih ke kiri sang petugas.

Jujur, saya bingung. Hampir satu jam sudah, dan sudah 4 sampai 5 orang selesai diperiksa dan dichop paspornya, tapi Barce tetap diam saja. Wah, kenapa sahabat yang satu ini.

Saya teringat kartu AIPS (Internatipnal Sports Press Association). Saya pemegang kartu dengan nomor INA0076/1. 

Artinya, saya orang ke-76 tergabung di organisasi itu. Saya keluarkan kartu itu sambil berteriak, tidak terlalu keras. "Ce, lu punya ini gak?" pekik saya setengah beryanya.

Barce mengangguk. Lalu, dia mengeluarkan kartu itu, dan ketila sang petugad berteriak Next lagi, Barce menyodorkan kartu itu. Tak ada lima menit, paspor Barce pun dichop.

"Kenapa Ce?" tanya saya didampingi Nanang Setiawan (Pikiran Rakyat) dan Ponti Carolus koresponden Tabloid GO di Los Angeles).

Berita Terkait