SOLO, Makansedap.id – Menteri Pemuda dan Olahraga atau Menpora, Dito Ariotedjo, mendorong pengembangan olahraga yang inklusif perlu berlanjut pada pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Hal itu harus dilakukan agar prestasi di bidang olahraga disabilitas dapat terus terjaga, bahkan meningkat.

Pernyataan itu disampaikan Dito Ariotedjo saat penutupan Pekan Paralimpiade Nasional atau Peparnas XVII Solo 2024 di Stadion Manahan, Solo, Minggu, 13 Oktober 2024.

Dito Ariotedjo mengatakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membawa prestasi olahraga difabel Indonesia melambung hingga level internasional. Karena itu, Dito Ariotedjo menyatakan pemerintahan ke depan harus tetap menjaga kesetaraan dalam pengembangan olahraga.

“Perjalanan tidak berhenti sampai di sini. Inklusivitas yang telah kita bangun harus diteruskan di pemerintahan yang akan datang. Inklusivitas harus jadi bagian integral bagi pengembangan olahraga di masa depan,” ujar Dito Ariotedjo dalam keterangan resmi yang dibaca Makansedap.id, Senin, 14 Oktober 2024.

Dito Ariotedjo mengatakan para atlet disabilitas yang bertarung di Peparnas telah menjadi bukti bahwa olahraga adalah hak semua orang. Menurut dia, Peparnas XVII sukses menjadi penutup manis bagi perjalanan panjang Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan pemerintah pusat.

Peparnas XVII adalah program olahraga nasional terakhir di bawah pemerintahan Jokowi. “Kita perlu berkomitmen untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas dapat kesempatan yang sama untuk tumbuh dan lebih tangguh dan maju bersama, demi Indonesia Raya,” ujar Dito Ariotedjo.

Atlet Jadi Teladan

Dito Ariotedjo berterima kasih kepada semua pihak yang telah menyukseskan perhelatan Peparnas XVII. Dito Ariotedjo mengatakan Peparnas tak sekadar kompetisi olahraga, tapi pertunjukan mentalitas bangsa.

“Para atlet yang bertanding adalah teladan baik bagi mentalitas bangsa. Mereka berhasil membuktikan tekad kuat mampu mengubah keterbatasan menjadi kebebasan. Kebebasan atas rasa takut, rasa rendah diri dan rasa dari disalahpahami,” tutur Dito Ariotedjo.